Disini... Di Desa. Kita Hidup, Berharap dan Mengabdi

Saturday, 30 August 2014

PERANGKAT DESA DAN SUKA DUKANYA



PERJALANAN DAN SUKA DUKA PERANGKAT DESA

 
BAGIAN KESATU




Perjalanan dan perjuangan panjang upaya memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat desa umumnya dan tingkat kesejahteraan perangkat desa khususnya. Bukanlah sesuatu yang berlebihan manakala Perangkat Desa seluruh Indonesia menuntut pemerintah agar lebih memperhatikan tingkat kesejahteraan masyarakat desa, karena penulis juga adalah pamong desa, mungkin dalam kesempatan tulisan ini berkisar tentang apa yang menjadi harapan kami selaku perangkat desa.

      Kalau kita mau jujur memang SDM perangkat Desa rata-rata masih dibawah harapan, namun mari sama-sama kita evaluasi kenapa kebanyakan perangkat desa kondisinya demikian, seiring perjalanan waktu dan pola sistem pemerintahan yang ada di indonesia sangatlah memungkinkan sumber daya manusia atau kwalitas perangkat desa sangatlah rendah untuk tidak saling menyalahkan namum sebagai gambaran sebenarnya siapa atau mengapa kondisi tersebut bisa terjadi.
A.   Sebelum Repormasi Birokrasi di gulirkan (Dibawah tahun 2000 an)

a.1.   Pengangkatan Perangkat Desa kebanyakan berdasarkan faktor turunan atau kedekatan Kepala Desa tanpa memperhatikan kemampuan atau kwalitas dari calon perangkat desa yang akan diangkat, dalam hal ini Kepala Desa benar-benar memanfaatkan hak prerogratifnya dalam hal pengangkatan perangkat desa. Sehingga tak jarang terjadi anak atau saudara dekat dari kepala desa dan atau perangkat desa yang akan pensiun digantikan oleh anak dan atau saudaranya.
         Kenapa hal ini bisa terjadi,  memang selain sistem kekerabatan yang cukup kuat, struktur organisasi pemerintahan desa yang terbentuk ternyata tak perlu membutuhkan kemampuan dari perangkat desa yang ada kecuali, Juru Tulis.
          Selama masyarakat dapat menerima dan sang perangkat desa taat dan patuh pada sang kepala desa maka semua dapat berjalan dengan baik.
          Pada masanya hanya Kepala Desa dan Juru Tulis yang sangat berperan dalam penyelenggaraan roda pemerintahan terutama dalam  kegiatan administrasi dan hubungannya dengan pemerintah yang lebih tinggi yakni Kecamatan.

a.2.    Sistem penyelenggaraan pemerintahan yang masih bersifat tertutup dimana perangkat desa selain juru tulis sama sekali tak mempunyai informasi atau hubungan langsung maupun tak langsung ke Pemerintahan di kecamatan, semua tugas perbantuan dan lainnya sepenuhnya di pegang oleh kepala desa dan jurutulis. Sehingga perangkat desa lainnya jelas tidak paham perihal penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat formal atau birokrasi pemerintahan yang seharusnya dijalankan.

a.3.    Adanya upaya-upaya baik dari kepala desa, juru tulis dan pihak-pihak kecamatan yang memang sengaja tidak menjelaskan dan menginformasikan sesuatu yang dianggap tak perlu, sampai-sampai dalam hal pemberian uang kepada perangkat desa ada istilah UANG KA DEUDEUH (uang kasihan/pemberian) dari kepala desa.
          Saya  bertanya-tanya dalam hati, apakah mungkin anggaran yang diterima oleh pemerintah kepada kepala desa (mungkin waktu itu atau pada jamannya nilainya sangat kecil) hanya bersifat uang kadeudeuh, terus bagaimana bentuk pertanggungjawabannya kalau pemberiannya hanya bersifat uang kadeudeuh.

a.4.    Bentuk pembinaan hanya bersifat semu, memang katanya ketika akan dilakukan pembinaan semua buku yang ada dibawa, dibuntel pakai kain (taplak meja) saya teringat akan tukang jual buku keliling yang menggendong berbagai jenis buku menggunakan kain berwarna putih kecoklat coklatan. Dengan lobi dan ada sedikit transaksional kegiatan pebinaan pun berjalan lancar, tanpa ada tindak lanjutnya dari hasil temuan pembinaan terebut. (Ketika saya mulai masuk desa (pamong) puluhan bahkan ratusan jenis buku model kosong tanpa ada isian)

a.5.     Kegiatan dan laporan pertanggungjawaban pun, ternyata hanya bersifat trasasksional dan lobi-lobi, tak satupun kami temukan arsip SPJ atau bentuk Laporan bertanggung jawaban (ya kembali ada peluang bagi juru tulis yang saat itu sangat berperan dalam hal penggelolaan dan penggunaan anggaran untuk “KONGKON” minta tolong dibuatkan SPJ kepada pihak Kecamatan atau pihak lainnya)

Yang sangat memprihatinkan adalah selain menjadi perangkat desa atau pamong desa ada istilah yang kuat melekat sampai saat ini PAMONG dapat di artikan juga PANGMOPOKAN.
Pamongpokan dalam artian selalu ikut berpartisipasi pada kegiatan yang ada didesa dengan ikut pula menggunakan materi demi lancarnya kegiatan dimaksud. Memang sudah menjadi tradisi namun kalau kita hitung-hitung wah...sangat memprihatinkan.
Kita misalkan upah yang diterima oleh pamong dari tanah bengkok apabila diuangkan dalam satu tahun mungkin kisaran 2.5 juta s.d 4 juta dan kalo dirata-rata penghasilan perangkat desa dari tanah bengkok dan lainnya paling-paling berkisar Rp. 250.000 sd 350.000 tiap-tiap bulan. Coba bayangkan sangat jauh dari UMR dan sangat sulit untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Dan perlu kita ketahui bersama dan sekaligus kita kasihani bersama, bahwa dengan penghasilan yang sangat minim tersebut sudah menjadi tradisi (pamongpokan) bahwa pada setiap kegiatan yang ada di desa terutama kegiatan pembangunan, ketika masyarakat berswadaya tenaga maka perangkat desa harus menyediakan makan bagi warga yang melaksanakan jiwa atau kerja bakti, sedangkan dalam satu tahun bisa terjadi kegiatan jiwa sebanyak 20 kali..coba hitung kalau satu kegiatan membutuhkan biaya untuk makan 100 ribu sd. 150 ribu, maka setahun pengeluaran untu itu antara Rp.1.200.000 sd Rp. 2.500.000,- bandingkan dengan penghasilan perangkat desa diatas.... pasti pusing kan.

Tapi bersyukurlah perangkat desa dimanapun berada, ternyata sampai saat ini semua dapat berjalan, semoga pengabdian dan sumbangsihnya kita dapat dicatat oleh ALLAH SWT menjadikan pahala dan menjadi bekal untuk hidup kekal dikemudian hari.
Dan marilah kita bersyukur dan berdoa semoga UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang telah di sahkan. Dapat memberikan kehidupan baru dan kesejahteraan baru bagi seluruh perangkat desa yang ada diwilayah Negara Kesatuan Republik indonesia.

Bersambung
Penulis : Triyadi Susianto

No comments:

Post a Comment

Blog Archive