MOTIVASI DAN PERANGKAT DESA
Triatmanto dan Sunardi (2001)
mendefinisikan motivasi sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong
keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai
suatu tujuan. Jadi motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu
perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan.
Apabila
membicarakan tentang motivasi kerja, hal pokok yang menjadi bagian dari
pembicaraan adalah faktor-faktor apakah yang menjadi pendorong orang untuk
bekerja (Suhartapa, 2008). Faktor motivasi ini dibagi sumbernya oleh Luthans
(2009) menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik yang berasal dari dalam diri
individu, dan motivasi ekstrinsik yang berasal dari luar pribadi individu.
Motivasi intrinsik menjadi faktor dominan
yang mempengaruhi perilaku seseorang (Prianto, 2006; Ratnawati, 2004). Menurut
Ratnawati motivasi adalah suatu yang intern. Motivasi kerja intrinsik secara
positif melibatkan pengalaman berharga yang dialami pekerja dari pekerjaannya.
Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja
sebagai individu, berupa kesadaran akan pentingnya atau makna dari pekerjaan
yang dilakukannya. Sedangkan Prianto menyatakan nilai-nilai yang dianut para
pegawai di dalam motivasi intrinsik merupakan variabel utama yang menentukan
kinerja.
Berkaitan dengan motivasi bekerja Perangkat
Desa yang termasuk unsur pelayanan publik, Francois (2002) menyatakan bahwa
para pekerja di sektor pelayanan publik mengesampingkan gaji atau pendapatan
sebagai motivasi mereka (not-profit oriented).
Para pekerja sektor pelayanan publik melakukan pekerjaan ini karena menganggap
pekerjaan ini penting untuk dilakukan dan berarti untuk mereka (Prendergast,
2008; Francois dan Vlassopoulos, 2007).
Sementara itu, Pery dan Wise (1990)
mengidentifikasi motivasi yang seharusnya dimiliki oleh pekerja pelayanan
sektor publik. Jenis motivasi yang harus dimiliki adalah sikap rasional (rational),
berlandaskan nilai dan norma (norm-based),
dan motivasi afektif (affective motives).
Motivasi ini menjadi modal utama penyelenggaraan pelayanan publik yang efektif
dan efisien, yang mempengaruhi sistem kerja birokratis sehingga mempunyai
tingkat kinerja yang tinggi. Faktor atau kondisi ekonomi serta kesejahteraan
Perangkat Desa yang berada di bawah harapan memang sulit untuk dijadikan
sebagai motif utama dalam melayani masyarakat. Perangkat Desa harus mempunyai
motivasi yang kuat di luar itu agar dapat tetap memberikan dorongan dalam
bekerja. Menurut
Suhartapa (2008) dalam organisasi dengan kondisi
keuangan yang lemah atau menurun, perhatian lebih diberikan kepada psychological
income.
Upaya pemenuhan kebutuhan yang bersifat psikologis
sangat penting bagi organisasi karena akan dapat meningkatkan kegairahan dan
kepuasan kerja yang akhirnya berdampak pada peningkatan kerja dan prestasi
karyawan. Hal ini masih menurut Suhartapa, hal-hal positif yang ingin diperoleh
karyawan dari interaksi tersebut tidaklah semata-mata hal yang bersifat
material atau finansial, tetapi juga hal-hal yang bersifat psikologis.
Francois dan Vlassopoulos (2007)
menggambarkan bahwa keberhasilan penyampaian layanan sosial kepada publik
sangat ditentukan oleh motivasi yang datang dari internal pekerjanya. Motivasi
internal (intrinsic motivation)
ini disimpulkan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh seseorang bukan karena
fokus pada balas jasa eksternal (external reward)
tetapi karena aktivitas atau pekerjaan itu dinilai memiliki arti. Motivasi
intrinsik dalam melakukan pelayanan ini disebut dengan motivasi pro-sosial (pro-social
motivation). Pekerja dengan motivasi prososial tidak
akan terpengaruh oleh kekuatan dari insentif.
Motivasi prososial ini digunakan sebagai
istilah tingkah laku menolong dalam kajian ilmu psikologi sosial. Tingkah laku
menolong diartikan sebagai tindakan individu untuk menolong orang lain tanpa
adanya keuntungan langsung bagi si penolong. Wujud dari tingkah laku menolong
ini adalah sikap altruisme yaitu motivasi untuk meningkatkan kesejahteraan
orang lain (Sarwono dan Meinarno, 2009). Sikap altruime ini menjadi wujud
motivasi prososial dalam memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat. Rangkaian
motivasi intrinsik dapat melekat pada individu tergantung penilaian akan tugas
yang dilakukan oleh masing-masing individu. Penilaian
individu ini berdasarkan idealisme dan
standard mereka masing-masing.
Hasil penilaian tadi akan tercermin dari
perilaku yang nampak. Dari perilaku tersebut akhirnya dapat dibuat kesimpulan
bagaimana motivasi kerja intrinsik seseorang (Ratnawati, 2004). Pendapat
tersebut didukung oleh Thomas dan Velthouse (1990) yang menyatakan bahwa, “Essentially,
intrinsic task motivation involves positively valued experienced that
individuals derive directly from the task.”.
Berbagai penelitian sudah berupaya untuk
mengungkapkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja serta motivasi
pegawai. Faktor internal yang dianggap mempengaruhi kinerja adalah tentang
nilai-nilai yang Dianut para pegawai. Hasil penelitian Subyantoro (2009)
menemukan korelasi yang positif dan signifikan hubungan antara karakteristik
pribadi seseorang yang terdiri dari kemampuan, nilai, sikap, dan minat terhadap
motivasi kerja seseorang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prianto (2006)
menyimpulkan adanya pengaruh
langsung antara nilai-nilai yang dianut
para staf dengan motivasi kerja. Hal ini menunjukkan bahwa para pegawai yang
mengutamakan kualitas dalam bekerja, tidak apriori terhadap cara kerja baru,
memiliki spirit dalam
bekerja, sehingga memungkinkan mereka untuk bekerja secara mandiri,
sungguh-sungguh, dan cenderung aktif sesuai dengan jam kerja yang telah
ditentukan. Moorman dan Blakely (1998) menemukan kemauan saling membantu
terhadap sesama, kemauan mengambil inisiatif, dan kecenderungan bersifat loyal
dipengaruhi oleh
nilai-nilai pada budaya yang dianut
Melihat kondisi ini, menarik kiranya untuk
mengkaji lebih dalam mengenai motivasi Perangkat Desa dalam bekerja dan hal-hal
apa saja yang melatarbelakangi motivasi tersebut, mengingat kondisi Perangkat
Desa yang
profesinya masih mengandung berbagai
masalah seputar kesejahteraan dan status kepegawaian, sedangkan tuntutan
melaksanakan kewajiban harus terus dilakukan.
No comments:
Post a Comment