RAKOR
POSYANDU BULAN JUNI 2014
Selasa,
10 Juni 2014 Tempat Bale Desa Rajawetan
Acara
:
1.
Pembukaan
2.
Sambutan Kepala Desa
3.
Evaluasi, Sosialisasi dan Informasi
a. Bidan Teti (Bidan Desa)
b. Bidan Siska (UPTD Puskesmas –
Pelayan Gizi)
c. Dokter. Siska
4.
Lain-lain dan Musyawarah
5.
Penutup
I.
MUKADIMAH
Pemerintah akan terus berupaya menangani masalah gizi bagi Bayi dan Balita
mengingat mereka adalah para calon generasi penerus bangsa dimana pada
masa-masa itulah pertumbuhan dan perkembangan paling strategis terjadi pada
siklus manusia salah satunya pada masa usia satu sampai lima tahun terjadi
penyempurnaan pembentukan otak, sehingga sangat diharapkan apabila kita secara
optimal memberikan yang terbaik untuk mereka maka kelak suatu saat mungkin
salah satu bayi dan balita khususnya di Desa Rajawetan dan umumnya diwilayah
regional pancalang menjadi seorang presiden “ kenapa tidak “ semua serba
mungkin dan bisa. Dan upaya penanganan gizi bayi dan balita akan berpengaruh
terhadap pencapaian salah satu tujuan Millennium
Development Goals (MDGs) pada Tahun 2015 meningkatkan pemahaman peran
pembangunan pangan dan gizi sebagai investasi untuk SDM berkualitas,
meningkatkan kemampuan menganalisis perkembangan situasi.
Beberapa Program Pemerintah Pusat dan
Diterima oleh Desa Rajawetan yakni PNPM salah satunya adalah PNPM Generasi
sehat dan cerdas, beberapa program kerja yang dilaksanakan berkaitan dengan
masyarakat usia bayi dan balita adalah :
1. Bidang
Pendidikan
Rencana
pembangunan gedung Pendidikan Usia Dini (PAUD) bagi kelompok usia anak 2,5
tahun s.d 5 Tahun. Dengan pembangunan gedung PAUD tersebut diharapkan kwalitas
pembinaan dan kemampuan anak menerima ilmu akan lebih optimal
2. Bidang
Kesehatan
a. Pembangunan
gedung pelayanan kesehatan bagi masyarakat (POSKESDES)
Selain untuk
menyediakan kemudahan layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Desa, Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA) menjadi prioritas pelayanan.
b. Pemberian
makanan kehadiran yang diberikan kepada semua bayi dan balita yang ada di Desa
atau
c.
Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) pemulihan yang diberikan khusus bagi bayi dan balita
yang diperkirakan mempunyai permasalahan didalam perkembangan dan petumbuhannya
Sedangkan dari Pemerintah secara umum
adalah beberapa program bidang kesahatan melalui pihak UPTD Puskesmas pancalang
seperti :
a. Membentuk
bidan desa di tiap-tiap desa
b. Kegiatan
Posyandu
c.
Imunisasi
Bayi dan Balita
d. Pemerikasaan
Ibu Hamil dan Pelayanan KB
e. Pelayanan
Tindakan Kelahiran harus ditangani oleh ahlinya (Bidan Desa – Poned – Tingkat
Rujukan sampai ke Rumah sakit)
f.
Kegiatan
penyuluhan dan sosialiasi seperti kegiatan Rapat Koordinas Posyandu sebulan
sekali
Upaya Upaya pemerintah dalam
meningkatkan koordinasi penanganan secara terpadu tersebut harus didukung oleh
berbagai komponen masyarakat karena masalah gizi di Indonesia bukan hanya
masalah kesehatan masyarakat tetapi menyangkut pembangunan bangsa.
Berdasarkan Sistem Kesehatan Nasional
(SKN) Tahun 2009, pembangunan kesehatan perlu digerakkan oleh masyarakat di
mana masyarakat mempunyai peluang dan peran yang penting dalam pembangunan
kesehatan, oleh karena itu pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting atas
dasar untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuannya sebagai pelaku
pembangunan kesehatan.
Selain upaya-upaya yang bersifat
teknis atau kegiatan yang secara langsung dirasakan oleh masyarakat dilakukan
pula kegiatan yang bersifat peningkatan pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan seperti :
1. Pembentukan
kader kesehatan desa
2. Desa siaga
dengan delapan indikatornya
Pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan tersebut diharapkan adanya peningkatan kemampuan masyarakat untuk
berpartisipasi aktif, berperan aktif, bernegosiasi, memengaruhi dan
mengendalikan kelembagaan masyarakatnya secara bertanggung jawab demi perbaikan
kesehatan
Hal ini sejalan dengan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
masyarakat berperan serta baik secara per orangan maupun terorganisasi dalam
segala bentuk dan tahapan pembangunan kesehatan dalam rangka membantu
mempercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
sebagai bentuk pemanfaatan sarana
pelayanan kesehatan berbasis masyarakat secara optimal oleh masyarakat seperti
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan salah satu pendekatan untuk
menemukan dan mengatasi persoalan gizi pada balita. Posyandu adalah salah satu
bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan
diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan
kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar (Depkes RI, 2006
Lima program prioritas kegiatan
POSYANDU yaitu
1. Keluarga
Berencana
2. Kesehatan Ibu
dan Anak
3. Gizi
4. Imunisasi
5. Dan
Penanggulangan diare
Kelimanya terbukti mempunyai daya
ungkit besar terhadap penurunan angka kematian bayi dan balita (Adisasmito,
2007). Posyandu erat sekali kaitannya dengan peran serta aktif masyarakat.
Sejak diperkenalkan Tahun 1980-an, posyandu diakui memberikan kontribusi yang
besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan dan gizi. Balita merupakan
salah satu sasaran posyandu yang cukup penting oleh karena balita merupakan
proporsi yang cukup besar dari komposisi penduduk Indonesia (Depkes RI, 2006).
Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat yang dimanfaatkan oleh ibu untuk
memperoleh pelayanan dan sebagai sumber informasi untuk meningkatkan
pengetahuannya dalam hal gizi dan kesehatan. Pemantauan status gizi dan
kesehatan anak dapat dilakukan dengan baik melalui kegiatan di posyandu
(Madanidjah, 2007).
Menurut Depkes RI, 2006, perubahan
berat badan balita dari waktu ke waktu merupakan petunjuk awal perubahan status
gizi balita. Anak balita sehat, gizi kurang atau gizi lebih (obesitas)
khususnya di daerah perkotaan dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap
bulan. Upaya pemantauan terhadap pertumbuhan balita dilakukan melalui kegiatan
penimbangan balita di posyandu secara rutin tiap bulannya yang hasilnya dicatat
dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) .
II.
EVALUASI / MATERI PEMBAHASAN
(NARA SUMBER)
1. Bidan Teti
a. Tingkat pertumbuhan bayi dan balita Januari
2014 s.d Mei 2014.
Adanya penurunan berat badan bayi dan balita yang datang dan ditimbang di Posyandu
periode tiga bulan terakhir.
Kerjasama semua pihak untuk bersama – sama
mengkaji dan mencari tahu penyebab utama
mengapa terjadi penurunan berat badan bayi dan balita.
Upaya penyuluhan secara maksimal dan berkelanjutan oleh UPTD Puskesmas Pancalang melalui Bidan
Desa, serta peran aktip seluruh kader kesehatan desa, dengan berbagai media
kesempatan penyuluhan dan sosialisasi bahwa betapa penting dan berartinya
perkembangan dan pertumbuhan bayi dan balita sebagai calon generasi penerus
bangsa.
Berbagai upaya telah dilakukan
seperti
1.
penyuluhan
dan informasi gizi pada setiap rakor posyandu
2.
pada
kegiatan setelah posyandu (pasc yandu)
3.
pada
kegiatan pelayanan kesehatan di Poskesdes, ketika pasien yang berobat adalah
ibu-ibu yang mempunyai bayi dan balita
4.
Serta
adanya pemberian makanan tambahan (PMT) serta pemberian makanan kehadiran dari
PNPM Generasi Sehat dan Cerdas.
Namun dari berbagai upaya dan
usaha tersebut diatas ternyata belum mampu menjegah terjadinya penurunan berat
badan atau secara radikal dapat dikatakan bayi dan balita kurang Gizi.
b. Cakupan imunisasi untuk bulan juni terdapat 5
bayi yang harus dilakukan pemberian imunisasi, pada kegiatan Posyandu Rabu 11
Juni 2014.
2. Bidan Siska (UPTD Puskesmas – Pelayanan Gizi)
Adalah sebuah pekerjaan rumah dan tantangan manakala hasil
laporan kegiatan rutin posyandu, salah satunya hasil penimbangan bayi dan
balita, ketika pada periode tertentu terjadi penurunan berat timbangan bayi dan
balita yang hadir di posyandu dan ditimbang. Tanggung jawab dan sekaligus beban
moral manakala secara administrasi pelaporan bahwa bayi dan balita yang berat
badannya tidak sesuai pada grapik di KMS , dimana kondisi bayi dan balita tersebut termasuk kurang Gizi, timbul sebuah
pertanyaan sebenarnya apa dan mengapa terjadi kekurangan Gizi pada Bayi dan
Balita di sebuah Desa.
Bila dievaluasi dan sekaligus melihat data yang ada pada
tiap-tiap desa perihal tingkat ekonomi masyarakat yang ada di wilayah regional
Kecamatan Pancalang sepertinya tidak mungkin terjadi kekurangan Gizi dalam
jumlah besar yang diakibatkan oleh faktor kemiskinan atau tidak mampu dalam hal
pemenuhan kebutuhan makan.
Namun disisi lain bidan Siska memberikan penghargaan yang
setinggi-tingginya bagi semua kader
kesehatan yang ada di Desa Rajawetan karena berani mengatakan yang sebenarnya,
mengingat ada sebagian desa demi nama baik dan seolah berhasil dalam hal
pembinaan bayi dan balita melakukan rekayasa laporan ABS .
Dan seandainya pun pihak Dinas Kesehatan ingin melakukan
peninjauan ke Desa, berkaitan dengan pelaksanan kegiatan Posyandu baik secara
teknis dan pengisian administrasi beliau merasa yakin bahwa para kader
kesehatan di desa Rajawetan mampu bersaing dengan kader-kader Desa-desa lain,
bahkan setingkat lebih diatasnya.
Tumbuh kembang bayi dan balitaa dapat berjalan dengan optimal, ketika
seorang anak harus mendapatkan pemenuhan gizi balita dari 3
kebutuhan pokoknya.
1. kebutuhan
fisik-biologis, berupa kebutuhan akan nutrisi (ASI, Makanan Pengganti
ASI/MP-ASI), imunisasi, serta kebersihan fisik dan lingkungan.
2. kebutuhan emosi
berupa kasih kasih sayang, rasa aman dan nyaman, dihargai, diperhatikan, serta
didengar keinginan dan pendapatnya. Kebutuhan ini memiliki peran yang sangat
besar pada kemandirian dan kecerdasan
3. kebutuhan stimulasi yang mencakup aktivitas bermain
untuk merangsang semua indra, mengasah motorik halus dan kasar, melatih
ketrampilan berkomunikasi, kemandirian, berpikir dan berkreasi.
apabila kebutuhan gizi balita berupa
fisik-biologis tak tercukupi, tentu anak jadi sering sakit dan perkembangan
otaknya pun tak optimal. Lalu kalau kebutuhannya akan kasih sayang tak
tercukupi, kecerdasan emosinya juga relatif rendah. Sedangkan jika stimulasi
bermainnya kurang bervariasi, perkembangan kecerdasannya juga kurang seimbang.
Jadi, asupan gizi balita yang diberikan haruslah seimbang.
Untuk itu asupan gizi balita
haruslah diperhatikan, terutama dalam 5 tahun pertama dalam kehidupannya karena
asupan gizi balita pada masa itu adalah yang penting dan akan
mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada 3 tahun pertama
kehidupan, gizi balita berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan
sel-sel otak masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan serabut-serabut saraf
dan cabang-cabangnya sehingga terbentuk jaringan saraf dan otak yang kompleks. Gizi balita yang cukup akan mempengaruhi segala
kinerja otak mulai dari kemampuan belajar berjalan, mengenal huruf, hingga
bersosialisasi atas pengaruh jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antarsel
saraf. Sedangkan perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, kreativitas,
kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan
merupakan landasan perkembangan berikutnya.
Menurut Marzuki Iskandar, STP., MTP., seorang ahli gizi
balita, kunci asupan zat gizi balita yang baik adalah makanan yang
sehat dan bervariasi. Agar gizi balita melalui makanan anak setiap
harinya dapat memenuhi kebutuhan perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan fisik
yang optimal, maka komposisi makanan haruslah terdiri atas 55-67% karbohidrat,
20-30% lemak, dan 13-15% protein agar gizi balita
terpenuhi. “Konkretnya gizi balita berupa 3-4 porsi nasi atau
penggantinya seperti bihun, mi atau roti yang merupakan sumber zat tenaga.
Sumber zat pembangun diperoleh dari 4-5 porsi lauk-pauk ditambah sumber zat
pengatur berupa vitamin dan mineral yang terdiri dari 2-3 porsi sayur dan
buah,” jelas Marzuki.
3. Dr. Siska (UPTD Puskesmas pancalang)
AID dan HIV
Acquired Immunodeficiency
Syndrome
atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS)
adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat
infeksi virus HIV;[1] atau infeksi virus-virus lain
yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV,
FIV,
dan lain-lain).
Virusnya sendiri bernama Human
Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV)
yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena
virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi
oportunistik ataupun mudah terkena tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus,
namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya
umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau
aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah,
air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.[2][3] Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara
ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin,
atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya
dengan cairan-cairan tubuh tersebut
1.
Cara
Penularan
Penularan (transmisi) HIV secara
seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan
preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran
mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih
berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko
hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks
oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks
oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan
risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering
terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.
Penyakit
menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat
menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok
alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal.
Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa,
dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat
sekitar empat kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat
kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga
meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular
seksual seperti kencing nanah,
infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan
lokal limfosit dan makrofaga.
Transmisi HIV bergantung pada tingkat
kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum
terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan
tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak
selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin.
Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81%
peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1
karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan
kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual. Orang yang terinfeksi
dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.
Jalur penularan ini terutama
berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi
dan menggunakan kembali jarum suntik
(syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme
biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya
merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum
suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi
hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat
Tiongkok, dan Eropa Timur.
Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan
orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure
prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi
risiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter,
dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini
dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah
dan tindik tubuh. Kewaspadaan
universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara
maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi.
WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara
ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman. Oleh
sebab itu, Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum
dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan
universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.
Resiko penularan HIV pada penerima
transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor
bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO,
mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan
"antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang
terinfeksi".
Penularan masa perinatal
Transmisi HIV dari ibu ke anak
dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama
masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat
persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama
kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu
memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya
sebesar 1%.Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban
virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi
risikonya
III.
DIALOG / LAIN-LAIN
1.
Pendapat
satu : Masalah Ekonomi
a.
Pendapat
ini tidak mendapat dukungan dari peserta rapat yang hadir
Alasan :
1.
Sifat
kekeluargaan dan kegotong royongan masyarakat Desa Rajawetan sepertinya tidak
mungkin terjadi kekurangan makanan sampai ketingkat kelaparan
2.
Dari
data bayi dan balita yang ternyata mempunyai masalah dalam hal kanaikan berat
badannya malah justru kegiatan jajannya cukup besar, beberapa contoh yang terjadi dimana besarnya jumlah
uang jajan sang anak sebenarnya cukup bahkan lebih untuk membeli makanan yang
bergizi kisaran 10 ribu sampai kisaran 20 ribu rupiah.
3.
Pola
hidup konsuntif dengan melupakan pemenuhan kebutuhan baik tersier maupun
sekunder (penggunaan Hand Phone dan Pulsa)
4.
Makanan
bergizi tak selalu berharga mahal
2.
Dialog
inter aktip yang berkembang
a.
Kenapa
bayi kekurangan gizi, dari sekian pendapat peserta yang hadir ternyata pola
asuh yang salah ketika memberikan atau menyuapi makan sang anak. Kurang sabar
terkadang lebih baik memberi jajanan asal sang anak anteng tak rewel, yang pada
akhirnya asupan makanan kepada sang anak menjadi berkurang.
b.
Kurangnya
kreatifitas sang Ibu manaka menghadapi kondisi anak yang memang susah untuk
makan
c.
Pemanfaatan
jenis makanan yang ternyata memang bergizi namun kurang di kelola secara baik
dan benar.
3.
Kesimpulan
dan Solusi yang harus dilakukan
a.
Pemanfatan
jenis makanan bergizi yang memang sebenarnya murah dan mampu di beli oleh rumah
tangga
b.
Pola
Asuh Ibu ketika memberikan makan sang anak, ikuti kehendak sang anak bukan
kehendak sang Ibu.
Ø seperti contoh ketika
memberikan makan atau menyuapi makan sang putra, sengaja membawa jalan jalan
sang anak kemana sang anak pergi terus diikuti sambil bermain biar lama yang
penting makannya habis
Ø atau membuat variasi tampilan
jenis makanan sehingga sang anak merasa tertarik untuk mencobanya, seperti
jenis jajanan dengan paking yang menarik
c.
Kegiatan
penyuluhan yang terus menerus baik oleh instansi terkait, seperti UPTD
Puekesmas, Bidan Desa, Kader Kesehatan dan Pemerintah Desa
d.
Demi
terus bersambungnya informasi serta penyuluhan bagi ibu-ibu yang mempunyai bayi
dan balita kegiatan penyuluhan jangan hanya pada kegiatan Rakor Posyandu Saja,
banyak media dan kesempatan lain yang dapat dimanfaatkan.
e.
Bahwa
kesehatan adalah tanggung jawab bersama, seluruh komponen masyarakat yang ada
di Desa
ANAK
ADALAH AMANAH
JADI
BERIKAN YANG TERBAIK UNTUKNYA
DAN
LINDUNGI MEREKA ATAS HAKNYA SEBAGAI SEORANG ANAK
Notulen
: TRIYADI SUSIANTO
No comments:
Post a Comment