Disini... Di Desa. Kita Hidup, Berharap dan Mengabdi

Tuesday, 2 September 2014

RAKOR POSYANDU BULAN JUNI 2014 DESA RAJAWETAN



RAKOR POSYANDU BULAN JUNI 2014
Selasa, 10 Juni 2014 Tempat Bale Desa Rajawetan
Acara :
1. Pembukaan
2. Sambutan Kepala Desa
3. Evaluasi, Sosialisasi dan Informasi
                a. Bidan Teti (Bidan Desa)
                b. Bidan Siska (UPTD Puskesmas – Pelayan Gizi)
                c. Dokter. Siska
4. Lain-lain dan Musyawarah
5. Penutup


I.       MUKADIMAH

Pemerintah akan terus berupaya  menangani masalah gizi bagi Bayi dan Balita mengingat mereka adalah para calon generasi penerus bangsa dimana pada masa-masa itulah pertumbuhan dan perkembangan paling strategis terjadi pada siklus manusia salah satunya pada masa usia satu sampai lima tahun terjadi penyempurnaan pembentukan otak, sehingga sangat diharapkan apabila kita secara optimal memberikan yang terbaik untuk mereka maka kelak suatu saat mungkin salah satu bayi dan balita khususnya di Desa Rajawetan dan umumnya diwilayah regional pancalang menjadi seorang presiden “ kenapa tidak “ semua serba mungkin dan bisa. Dan upaya penanganan gizi bayi dan balita akan berpengaruh terhadap pencapaian  salah satu tujuan Millennium Development Goals (MDGs) pada Tahun 2015 meningkatkan pemahaman peran pembangunan pangan dan gizi sebagai investasi untuk SDM berkualitas, meningkatkan kemampuan menganalisis perkembangan situasi.
Beberapa Program Pemerintah Pusat dan Diterima oleh Desa Rajawetan yakni PNPM salah satunya adalah PNPM Generasi sehat dan cerdas, beberapa program kerja yang dilaksanakan berkaitan dengan masyarakat usia bayi dan balita adalah :
1.       Bidang Pendidikan
Rencana pembangunan gedung Pendidikan Usia Dini (PAUD) bagi kelompok usia anak 2,5 tahun s.d 5 Tahun. Dengan pembangunan gedung PAUD tersebut diharapkan kwalitas pembinaan dan kemampuan anak menerima ilmu akan lebih optimal

2.       Bidang Kesehatan
a.       Pembangunan gedung pelayanan kesehatan bagi masyarakat (POSKESDES)
Selain untuk menyediakan kemudahan layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Desa, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) menjadi prioritas pelayanan.
b.       Pemberian makanan kehadiran yang diberikan kepada semua bayi dan balita yang ada di Desa atau
c.        Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pemulihan yang diberikan khusus bagi bayi dan balita yang diperkirakan mempunyai permasalahan didalam perkembangan dan petumbuhannya

Sedangkan dari Pemerintah secara umum adalah beberapa program bidang kesahatan melalui pihak UPTD Puskesmas pancalang seperti :
a.       Membentuk bidan desa di tiap-tiap desa
b.       Kegiatan Posyandu
c.        Imunisasi Bayi dan Balita
d.       Pemerikasaan Ibu Hamil dan Pelayanan KB
e.       Pelayanan Tindakan Kelahiran harus ditangani oleh ahlinya (Bidan Desa – Poned – Tingkat Rujukan sampai ke Rumah sakit)
f.         Kegiatan penyuluhan dan sosialiasi seperti kegiatan Rapat Koordinas Posyandu sebulan sekali

Upaya Upaya pemerintah dalam meningkatkan koordinasi penanganan secara terpadu tersebut harus didukung oleh berbagai komponen masyarakat karena masalah gizi di Indonesia bukan hanya masalah kesehatan masyarakat tetapi menyangkut pembangunan bangsa.
Berdasarkan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Tahun 2009, pembangunan kesehatan perlu digerakkan oleh masyarakat di mana masyarakat mempunyai peluang dan peran yang penting dalam pembangunan kesehatan, oleh karena itu pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting atas dasar untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuannya sebagai pelaku pembangunan kesehatan.

Selain upaya-upaya yang bersifat teknis atau kegiatan yang secara langsung dirasakan oleh masyarakat dilakukan pula kegiatan yang bersifat peningkatan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan seperti :
1.       Pembentukan kader kesehatan desa
2.       Desa siaga dengan delapan indikatornya

                Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan tersebut diharapkan adanya  peningkatan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi aktif, berperan aktif, bernegosiasi, memengaruhi dan mengendalikan kelembagaan masyarakatnya secara bertanggung jawab demi perbaikan kesehatan
Hal ini sejalan dengan  UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, masyarakat berperan serta baik secara per orangan maupun terorganisasi dalam segala bentuk dan tahapan pembangunan kesehatan dalam rangka membantu mempercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

sebagai bentuk pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan berbasis masyarakat secara optimal oleh masyarakat seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan salah satu pendekatan untuk menemukan dan mengatasi persoalan gizi pada balita. Posyandu adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar (Depkes RI, 2006

Lima program prioritas kegiatan POSYANDU yaitu
1.       Keluarga Berencana
2.       Kesehatan Ibu dan Anak
3.       Gizi
4.       Imunisasi
5.       Dan Penanggulangan diare

Kelimanya terbukti mempunyai daya ungkit besar terhadap penurunan angka kematian bayi dan balita (Adisasmito, 2007). Posyandu erat sekali kaitannya dengan peran serta aktif masyarakat. Sejak diperkenalkan Tahun 1980-an, posyandu diakui memberikan kontribusi yang besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan dan gizi. Balita merupakan salah satu sasaran posyandu yang cukup penting oleh karena balita merupakan proporsi yang cukup besar dari komposisi penduduk Indonesia (Depkes RI, 2006). Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat yang dimanfaatkan oleh ibu untuk memperoleh pelayanan dan sebagai sumber informasi untuk meningkatkan pengetahuannya dalam hal gizi dan kesehatan. Pemantauan status gizi dan kesehatan anak dapat dilakukan dengan baik melalui kegiatan di posyandu (Madanidjah, 2007).
Menurut Depkes RI, 2006, perubahan berat badan balita dari waktu ke waktu merupakan petunjuk awal perubahan status gizi balita. Anak balita sehat, gizi kurang atau gizi lebih (obesitas) khususnya di daerah perkotaan dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan. Upaya pemantauan terhadap pertumbuhan balita dilakukan melalui kegiatan penimbangan balita di posyandu secara rutin tiap bulannya yang hasilnya dicatat dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) .

II.          EVALUASI / MATERI PEMBAHASAN (NARA SUMBER)

1.      Bidan Teti
a.   Tingkat pertumbuhan bayi dan balita Januari 2014 s.d Mei 2014.
       Adanya penurunan berat  badan bayi dan  balita yang datang dan ditimbang di Posyandu periode tiga bulan terakhir.
      Kerjasama semua pihak untuk bersama – sama mengkaji dan mencari  tahu penyebab utama mengapa terjadi penurunan berat badan bayi dan balita.
Upaya  penyuluhan secara maksimal dan berkelanjutan  oleh UPTD Puskesmas Pancalang melalui Bidan Desa, serta peran aktip seluruh kader kesehatan desa, dengan berbagai media kesempatan penyuluhan dan sosialisasi bahwa betapa penting dan berartinya perkembangan dan pertumbuhan bayi dan balita sebagai calon generasi penerus bangsa.
Berbagai upaya telah dilakukan seperti
1.       penyuluhan dan informasi gizi pada setiap rakor posyandu
2.       pada kegiatan setelah posyandu (pasc yandu)
3.       pada kegiatan pelayanan kesehatan di Poskesdes, ketika pasien yang berobat adalah ibu-ibu yang mempunyai bayi dan balita
4.       Serta adanya pemberian makanan tambahan (PMT) serta pemberian makanan kehadiran dari PNPM Generasi Sehat dan Cerdas.

Namun dari berbagai upaya dan usaha tersebut diatas ternyata belum mampu menjegah terjadinya penurunan berat badan atau secara radikal dapat dikatakan bayi dan balita kurang Gizi.

b.   Cakupan imunisasi untuk bulan juni terdapat 5 bayi yang harus dilakukan pemberian imunisasi, pada kegiatan Posyandu Rabu 11 Juni 2014.

2.      Bidan Siska (UPTD Puskesmas – Pelayanan Gizi)
         Adalah sebuah pekerjaan rumah dan tantangan manakala hasil laporan kegiatan rutin posyandu, salah satunya hasil penimbangan bayi dan balita, ketika pada periode tertentu terjadi penurunan berat timbangan bayi dan balita yang hadir di posyandu dan ditimbang. Tanggung jawab dan sekaligus beban moral manakala secara administrasi pelaporan bahwa bayi dan balita yang berat badannya tidak sesuai pada grapik di KMS , dimana kondisi  bayi dan balita  tersebut termasuk kurang Gizi, timbul sebuah pertanyaan sebenarnya apa dan mengapa terjadi kekurangan Gizi pada Bayi dan Balita di sebuah Desa.
         Bila dievaluasi dan sekaligus melihat data yang ada pada tiap-tiap desa perihal tingkat ekonomi masyarakat yang ada di wilayah regional Kecamatan Pancalang sepertinya tidak mungkin terjadi kekurangan Gizi dalam jumlah besar yang diakibatkan oleh faktor kemiskinan atau tidak mampu dalam hal pemenuhan kebutuhan makan.
         Namun disisi lain bidan Siska memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya  bagi semua kader kesehatan yang ada di Desa Rajawetan karena berani mengatakan yang sebenarnya, mengingat ada sebagian desa demi nama baik dan seolah berhasil dalam hal pembinaan bayi dan balita melakukan rekayasa laporan ABS .
         Dan seandainya pun pihak Dinas Kesehatan ingin melakukan peninjauan ke Desa, berkaitan dengan pelaksanan kegiatan Posyandu baik secara teknis dan pengisian administrasi beliau merasa yakin bahwa para kader kesehatan di desa Rajawetan mampu bersaing dengan kader-kader Desa-desa lain, bahkan setingkat lebih diatasnya.
         Tumbuh kembang bayi dan balitaa dapat berjalan dengan optimal, ketika seorang anak harus mendapatkan pemenuhan gizi balita dari 3 kebutuhan pokoknya.
1.        kebutuhan fisik-biologis, berupa kebutuhan akan nutrisi (ASI, Makanan Pengganti ASI/MP-ASI), imunisasi, serta kebersihan fisik dan lingkungan.
2.        kebutuhan emosi berupa kasih kasih sayang, rasa aman dan nyaman, dihargai, diperhatikan, serta didengar keinginan dan pendapatnya. Kebutuhan ini memiliki peran yang sangat besar pada kemandirian dan kecerdasan
3.        kebutuhan  stimulasi yang mencakup aktivitas bermain untuk merangsang semua indra, mengasah motorik halus dan kasar, melatih ketrampilan berkomunikasi, kemandirian, berpikir dan berkreasi.

apabila kebutuhan gizi balita berupa fisik-biologis tak tercukupi, tentu anak jadi sering sakit dan perkembangan otaknya pun tak optimal. Lalu kalau kebutuhannya akan kasih sayang tak tercukupi, kecerdasan emosinya juga relatif rendah. Sedangkan jika stimulasi bermainnya kurang bervariasi, perkembangan kecerdasannya juga kurang seimbang. Jadi, asupan gizi balita yang diberikan haruslah seimbang.
Untuk itu asupan gizi balita haruslah diperhatikan, terutama dalam 5 tahun pertama dalam kehidupannya karena asupan gizi balita pada masa itu adalah yang penting dan akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada 3 tahun pertama kehidupan, gizi balita berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan serabut-serabut saraf dan cabang-cabangnya sehingga terbentuk jaringan saraf dan otak yang kompleks. Gizi balita yang cukup akan mempengaruhi segala kinerja otak mulai dari kemampuan belajar berjalan, mengenal huruf, hingga bersosialisasi atas pengaruh jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antarsel saraf. Sedangkan perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya.
Menurut Marzuki Iskandar, STP., MTP., seorang ahli gizi balita, kunci asupan zat gizi balita yang baik adalah makanan yang sehat dan bervariasi. Agar gizi balita melalui makanan anak setiap harinya dapat memenuhi kebutuhan perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan fisik yang optimal, maka komposisi makanan haruslah terdiri atas 55-67% karbohidrat, 20-30% lemak, dan 13-15% protein agar gizi balita terpenuhi. “Konkretnya gizi balita berupa 3-4 porsi nasi atau penggantinya seperti bihun, mi atau roti yang merupakan sumber zat tenaga. Sumber zat pembangun diperoleh dari 4-5 porsi lauk-pauk ditambah sumber zat pengatur berupa vitamin dan mineral yang terdiri dari 2-3 porsi sayur dan buah,” jelas Marzuki.
3.      Dr. Siska (UPTD Puskesmas pancalang)

         AID dan HIV
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV;[1] atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.[2][3] Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut


1.       Cara Penularan
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.
Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofaga.
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual. Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.
Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Tiongkok, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman. Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".

Penularan masa perinatal

Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%.Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya
III.        DIALOG / LAIN-LAIN

1.       Pendapat satu : Masalah Ekonomi
a.       Pendapat ini tidak mendapat dukungan dari peserta rapat yang hadir
Alasan :
1.       Sifat kekeluargaan dan kegotong royongan masyarakat Desa Rajawetan sepertinya tidak mungkin terjadi kekurangan makanan sampai ketingkat kelaparan
2.       Dari data bayi dan balita yang ternyata mempunyai masalah dalam hal kanaikan berat badannya malah justru kegiatan jajannya cukup besar, beberapa  contoh yang terjadi dimana besarnya jumlah uang jajan sang anak sebenarnya cukup bahkan lebih untuk membeli makanan yang bergizi kisaran 10 ribu sampai kisaran 20 ribu rupiah.
3.       Pola hidup konsuntif dengan melupakan pemenuhan kebutuhan baik tersier maupun sekunder (penggunaan Hand Phone dan Pulsa)
4.       Makanan bergizi tak selalu berharga mahal

2.       Dialog inter aktip yang berkembang
a.       Kenapa bayi kekurangan gizi, dari sekian pendapat peserta yang hadir ternyata pola asuh yang salah ketika memberikan atau menyuapi makan sang anak. Kurang sabar terkadang lebih baik memberi jajanan asal sang anak anteng tak rewel, yang pada akhirnya asupan makanan kepada sang anak menjadi berkurang.
b.       Kurangnya kreatifitas sang Ibu manaka menghadapi kondisi anak yang memang susah untuk makan
c.        Pemanfaatan jenis makanan yang ternyata memang bergizi namun kurang di kelola secara baik dan benar.

3.       Kesimpulan dan Solusi yang harus dilakukan
a.       Pemanfatan jenis makanan bergizi yang memang sebenarnya murah dan mampu di beli oleh rumah tangga
b.       Pola Asuh Ibu ketika memberikan makan sang anak, ikuti kehendak sang anak bukan kehendak sang Ibu.
Ø seperti contoh ketika memberikan makan atau menyuapi makan sang putra, sengaja membawa jalan jalan sang anak kemana sang anak pergi terus diikuti sambil bermain biar lama yang penting makannya habis
Ø atau membuat variasi tampilan jenis makanan sehingga sang anak merasa tertarik untuk mencobanya, seperti jenis jajanan dengan paking yang menarik
c.        Kegiatan penyuluhan yang terus menerus baik oleh instansi terkait, seperti UPTD Puekesmas, Bidan Desa, Kader Kesehatan dan Pemerintah Desa
d.       Demi terus bersambungnya informasi serta penyuluhan bagi ibu-ibu yang mempunyai bayi dan balita kegiatan penyuluhan jangan hanya pada kegiatan Rakor Posyandu Saja, banyak media dan kesempatan lain yang dapat dimanfaatkan.
e.       Bahwa kesehatan adalah tanggung jawab bersama, seluruh komponen masyarakat yang ada di Desa

ANAK ADALAH AMANAH
JADI BERIKAN YANG TERBAIK UNTUKNYA
DAN LINDUNGI MEREKA ATAS HAKNYA SEBAGAI SEORANG ANAK

Notulen : TRIYADI SUSIANTO






No comments:

Post a Comment

Blog Archive